Standar Kompetensi :menganalisis Perjuangan Bangsa Indonesia Sejak Proklamasi hingga Lahirnya Orde Baru
Kompetensi dasar :
Menganalisis Perjuangan Bangsa Indonesia Dalam Mempertahankan Kemerdekaan Dari Ancaman Disintegrasi Bangsa Terutama Dalam Bentuk Pergolakan Dan Pemberontakan antara lain :PKI Madiun tahun 1948, DI/ TII, Andi Azia, RMS, PRRI, Permesta, G30S/1965
Menganalisis Perjuangan Bangsa Indonesia Dalam Mempertahankan Kemerdekaan Dari Ancaman Disintegrasi Bangsa Terutama Dalam Bentuk Pergolakan Dan Pemberontakan antara lain :PKI Madiun tahun 1948, DI/ TII, Andi Azia, RMS, PRRI, Permesta, G30S/1965
1.Peristiwa Madiun 1948
Pada 8 Desember 1947 sampai 17 Januari 1948 pihak Republik Indonesia dan pendudukan Belanda melakukan perundingan yang dikenal sebagai Perundingan Renville. Hasil
kesepakatan perundingan Renville dianggap menguntungkan posisi Belanda.
Sebaliknya,RI menjadi pihak yang dirugikan dengan semakin sempit
wilayah yang dimiliki.Oleh karena itu, kabinet Amir Syarifuddin diaggap merugikan bangsa, kabinet tersebut dijatuhkan pada 23 Januari 1948. Ia terpaksa menyerahkan mandatnya kepada presiden dan digantikan kabinet Hatta.
Selanjutnya Amir Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) pada 28 Juni 1948.
Kelompok politik ini berusaha menempatkan diri sebagai oposisi terhadap
pemerintahan dibawah kabinet Hatta. FDR bergabung dengan Partai Komunis
Indonesia (PKI) merencanakan suatu perebutan kekuasaan.
Beberapa
aksi yang dijalankan kelompok ini diantaranya dengan melancarkan
propaganda antipemerintah, mengadakan demonstrasi-demonstrasi,
pemogokan, menculik dan membunuh lawan-lawan politik, serta menggerakkan
kerusuhan dibeberapa tempat.
Sejalan dengan peristiwa itu, datanglah Muso seorang tokoh komunis yang sejak lama berada di Moskow, Uni Soviet.
Ia menggabungkan diri dengan Amir Syarifuddin untuk menentang
pemerintah, bahkan ia berhasil mengambil alih pucuk pimpinan PKI.
Setelah itu, ia dan kawan-kawannya meningkatkan aksi teror, mengadu
domba kesatuan-kesatuan TNI dan menjelek-jelekan kepemimpinan Soekarno-Hatta. Puncak aksi PKI adalah pemberotakan terhadap RI pada 18 September 1948 di Madiun, Jawa Timur.
Tujuan pemberontakan itu adalah meruntuhkan negara RI dan menggantinya
dengan negara komunis. Dalam aksi ini beberapa pejabat, perwira TNI,
pimpinan partai, alim ulama dan rakyat yang dianggap musuh dibunuh
dengan kejam. Tindakan kekejaman ini membuat rakyat marah dan mengutuk
PKI. Tokoh-tokoh pejuang dan pasukan TNI memang sedang menghadapi
Belanda, tetapi pemerintah RI mampu bertindak cepat. Panglima BesarSoedirman memerintahkan Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono di Jawa Timur untuk menjalankan operasi penumpasan pemberontakan PKI. Pada 30 September 1948, Madiun dapat diduduki kembali oleh TNI dan polisi.
Dalam operasi ini Muso berhasil ditembak mati sedangkan Amir
Syarifuddin dan tokoh-tokoh lainnya ditangkap dan dijatuhi hukuman mati
2.Negara Islam Indonesia
Negara Islam Indonesia (disingkat NII; juga dikenal dengan nama Darul Islam atau DI) yang artinya adalah
"Rumah Islam" adalah gerakan politik yang diproklamasikan pada 7 Agustus 1949 (ditulis sebagai 12 Syawal 1368 dalam kalender Hijriyah) oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di Desa Cisampah, Kecamatan Ciawiligar,
Kawedanan Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat.
Gerakan ini bertujuan menjadikan Republik Indonesia yang saat itu baru saja diproklamasikan kemerdekaannya
dan ada pada masa perang dengan tentara Kerajaan Belanda sebagai negara teokrasi dengan agama Islam
sebagai dasar negara. Dalam proklamasinya bahwa "Hukum yang berlaku dalam Negara Islam Indonesia adalah
Hukum Islam", lebih jelas lagi dalam undang-undangnya dinyatakan bahwa "Negara berdasarkan Islam" dan
"Hukum yang tertinggi adalah Al Quran dan Hadits". Proklamasi Negara Islam Indonesia dengan tegas
menyatakan kewajiban negara untuk membuat undang-undang yang berlandaskan syari'at Islam, dan penolakan
yang keras terhadap ideologi selain Alqur'an dan Hadits Shahih, yang mereka sebut dengan "hukum kafir", sesuai
dalam Qur'aan Surah 5. Al-Maidah, ayat 50.
dan ada pada masa perang dengan tentara Kerajaan Belanda sebagai negara teokrasi dengan agama Islam
sebagai dasar negara. Dalam proklamasinya bahwa "Hukum yang berlaku dalam Negara Islam Indonesia adalah
Hukum Islam", lebih jelas lagi dalam undang-undangnya dinyatakan bahwa "Negara berdasarkan Islam" dan
"Hukum yang tertinggi adalah Al Quran dan Hadits". Proklamasi Negara Islam Indonesia dengan tegas
menyatakan kewajiban negara untuk membuat undang-undang yang berlandaskan syari'at Islam, dan penolakan
yang keras terhadap ideologi selain Alqur'an dan Hadits Shahih, yang mereka sebut dengan "hukum kafir", sesuai
dalam Qur'aan Surah 5. Al-Maidah, ayat 50.
Dalam perkembangannya, DI menyebar hingga di beberapa wilayah, terutama Jawa Barat (berikut dengan daerah
yang berbatasan di Jawa Tengah),Sulawesi Selatan dan Aceh.[1] [2] Setelah Kartosoewirjo ditangkap TNI dan
dieksekusi pada 1962, gerakan ini menjadi terpecah, namun tetap eksis secara diam-diam meskipun dianggap
sebagai organisasi ilegal oleh pemerintah Indonesia.[3]
yang berbatasan di Jawa Tengah),Sulawesi Selatan dan Aceh.[1] [2] Setelah Kartosoewirjo ditangkap TNI dan
dieksekusi pada 1962, gerakan ini menjadi terpecah, namun tetap eksis secara diam-diam meskipun dianggap
sebagai organisasi ilegal oleh pemerintah Indonesia.[3]
Pemberontakan DI/TII di Aceh dimulai dengan "Proklamasi" Daud Beureueh bahwa Aceh merupakan bagian
"Negara Islam Indonesia" di bawah pimpinan Imam Kartosuwirjo pada tanggal 20 September 1953.Gerakan
DI/TII Daud Beureueh
Daued Beureueh pernah memegang jabatan sebagai "Gubernur Militer Daerah Istimewa Aceh" sewaktu
agresi militer pertama Belanda pada pertengahan tahun 1947. Sebagai Gubernur Militer ia berkuasa penuh
atas pertahanan daerah Aceh dan menguasai seluruh aparat pemerintahan baik sipil maupun militer.
Sebagai seorang tokoh ulama dan bekas Gubernur Militer, Daud Beureuh tidak sulit memperoleh pengikut.
Daud Beureuh juga berhasil memengaruhi pejabat-pejabat Pemerintah Aceh, khususnya di daerah Pidie.
Untuk beberapa waktu lamanya Daud Beureuh dan pengikut-pengikutnya dapat mengusai sebagian besar
daerah Aceh termasuk sejumlah kota.
agresi militer pertama Belanda pada pertengahan tahun 1947. Sebagai Gubernur Militer ia berkuasa penuh
atas pertahanan daerah Aceh dan menguasai seluruh aparat pemerintahan baik sipil maupun militer.
Sebagai seorang tokoh ulama dan bekas Gubernur Militer, Daud Beureuh tidak sulit memperoleh pengikut.
Daud Beureuh juga berhasil memengaruhi pejabat-pejabat Pemerintah Aceh, khususnya di daerah Pidie.
Untuk beberapa waktu lamanya Daud Beureuh dan pengikut-pengikutnya dapat mengusai sebagian besar
daerah Aceh termasuk sejumlah kota.
Sesudah bantuan datang dari Sumatera Utara dan Sumatera Tengah, operasi pemulihan keamanan ABRI
( TNI-POLRI ) segera dimulai. Setelah didesak dari kota-kota besar, Daud Beureuh meneruskan
perlawanannya di hutan-hutan. Penyelesaian terakhir Pemberontakan Daud Beureuh ini dilakukan dengan
suatu " Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh" pada bulan Desember 1962 atas prakarsa Panglima
Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel Jendral Makarawong.
( TNI-POLRI ) segera dimulai. Setelah didesak dari kota-kota besar, Daud Beureuh meneruskan
perlawanannya di hutan-hutan. Penyelesaian terakhir Pemberontakan Daud Beureuh ini dilakukan dengan
suatu " Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh" pada bulan Desember 1962 atas prakarsa Panglima
Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel Jendral Makarawong.
[sunting]Gerakan DI/TII Ibnu Hadjar
Pada bulan Oktober 1950 DI/ TII juga tercatat melakukan pemberontakan di Kalimantan Selatan yang
dipimpin oleh Ibnu Hadjar. Para pemberontak melakukan pengacauan dengan menyerang pos-pos
kesatuan ABRI (TNI-POLRI). Dalam menghadapi gerombolan DI/TII tersebut pemerintah pada mulanya
melakukan pendekatan kepada Ibnu Hadjar dengan diberi kesempatan untuk menyerah, dan akan
diterima menjadi anggota ABRI. Ibnu Hadjar sempat menyerah, akan tetapi setelah menyerah dia
kembali melarikan diri dan melakukan pemberontakan lagi sehingga pemerintah akhirnya
menugaskan pasukan ABRI (TNI-POLRI) untuk menangkap Ibnu Hadjar. Pada akhir tahun 1959
Ibnu Hadjar beserta seluruh anggota gerombolannya tertangkap dan dihukum mati.
dipimpin oleh Ibnu Hadjar. Para pemberontak melakukan pengacauan dengan menyerang pos-pos
kesatuan ABRI (TNI-POLRI). Dalam menghadapi gerombolan DI/TII tersebut pemerintah pada mulanya
melakukan pendekatan kepada Ibnu Hadjar dengan diberi kesempatan untuk menyerah, dan akan
diterima menjadi anggota ABRI. Ibnu Hadjar sempat menyerah, akan tetapi setelah menyerah dia
kembali melarikan diri dan melakukan pemberontakan lagi sehingga pemerintah akhirnya
menugaskan pasukan ABRI (TNI-POLRI) untuk menangkap Ibnu Hadjar. Pada akhir tahun 1959
Ibnu Hadjar beserta seluruh anggota gerombolannya tertangkap dan dihukum mati.
[sunting]Gerakan DI/TII Amir fatah
Amir Fatah merupakan tokoh yang membidani lahirnya DI/TII Jawa Tengah. Semula ia bersikap
setia pada RI, namun kemudian sikapnya berubah dengan mendukung Gerakan DI/TII. Perubahan
sikap tersebut disebabkan oleh beberapa alasan. Pertama, terdapat persamaan ideologi antara
Amir Fatah dengan S.M. Kartosuwirjo, yaitu keduanya menjadi pendukung setia Ideologi Islam.
Kedua, Amir Fatah dan para pendukungnya menganggap bahwa aparatur Pemerintah RI dan TNI
yang bertugas di daerah Tegal-Brebes telah terpengaruh oleh "orang-orang Kiri", dan mengganggu
perjuangan umat Islam. Ketiga, adanya pengaruh "orang-orang Kiri" tersebut, Pemerintah RI dan
TNI tidak menghargai perjuangan Amir Fatah dan para pendukungnya selama itu di daerah
Tegal-Brebes. Bahkan kekuasaan yang telah dibinanya sebelum Agresi Militer II, harus diserahkan
kepda TNI di bawah Wongsoatmojo. Keempat, adanya perintah penangkapan dirinya oleh
Mayor Wongsoatmojo. Hingga kini Amir Fatah dinilai sebagai pembelot baik oleh negara RI
maupun umat muslim Indonesia.
setia pada RI, namun kemudian sikapnya berubah dengan mendukung Gerakan DI/TII. Perubahan
sikap tersebut disebabkan oleh beberapa alasan. Pertama, terdapat persamaan ideologi antara
Amir Fatah dengan S.M. Kartosuwirjo, yaitu keduanya menjadi pendukung setia Ideologi Islam.
Kedua, Amir Fatah dan para pendukungnya menganggap bahwa aparatur Pemerintah RI dan TNI
yang bertugas di daerah Tegal-Brebes telah terpengaruh oleh "orang-orang Kiri", dan mengganggu
perjuangan umat Islam. Ketiga, adanya pengaruh "orang-orang Kiri" tersebut, Pemerintah RI dan
TNI tidak menghargai perjuangan Amir Fatah dan para pendukungnya selama itu di daerah
Tegal-Brebes. Bahkan kekuasaan yang telah dibinanya sebelum Agresi Militer II, harus diserahkan
kepda TNI di bawah Wongsoatmojo. Keempat, adanya perintah penangkapan dirinya oleh
Mayor Wongsoatmojo. Hingga kini Amir Fatah dinilai sebagai pembelot baik oleh negara RI
maupun umat muslim Indonesia.
[sunting]Gerakan DI/TII Kahar Muzakkar
Pemerintah berencana membubarkan Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) dan anggotanya
disalurkan ke masyarakat. Tenyata Kahar Muzakkarmenuntut agar Kesatuan Gerilya Sulawesi
Selatan dan kesatuan gerilya lainnya dimasukkan delam satu brigade yang disebut Brigade
Hasanuddin di bawah pimpinanya. Tuntutan itu ditolak karena banyak di antara mereka yang
tidak memenuhi syarat untuk dinas militer. Pemerintah mengambil kebijaksanaan menyalurkan
bekas gerilyawan itu ke Corps Tjadangan Nasional (CTN). Pada saat dilantik sebagai Pejabat
Wakil Panglima Tentara dan Tetorium VII, Kahar Muzakkar beserta para pengikutnya melarikan
diri ke hutan dengan membawa persenjataan lengkap dan mengadakan pengacauan.
Kahar Muzakkar mengubah nama pasukannya menjadi Tentara Islam Indonesia dan menyatakan
sebagai bagian dari DI/TII Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1953. Tanggal 3 Februari 1965,
Kahar Muzakkar tertembak mati oleh pasukan ABRI (TNI-POLRI) dalam sebuah baku tembak.
disalurkan ke masyarakat. Tenyata Kahar Muzakkarmenuntut agar Kesatuan Gerilya Sulawesi
Selatan dan kesatuan gerilya lainnya dimasukkan delam satu brigade yang disebut Brigade
Hasanuddin di bawah pimpinanya. Tuntutan itu ditolak karena banyak di antara mereka yang
tidak memenuhi syarat untuk dinas militer. Pemerintah mengambil kebijaksanaan menyalurkan
bekas gerilyawan itu ke Corps Tjadangan Nasional (CTN). Pada saat dilantik sebagai Pejabat
Wakil Panglima Tentara dan Tetorium VII, Kahar Muzakkar beserta para pengikutnya melarikan
diri ke hutan dengan membawa persenjataan lengkap dan mengadakan pengacauan.
Kahar Muzakkar mengubah nama pasukannya menjadi Tentara Islam Indonesia dan menyatakan
sebagai bagian dari DI/TII Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1953. Tanggal 3 Februari 1965,
Kahar Muzakkar tertembak mati oleh pasukan ABRI (TNI-POLRI) dalam sebuah baku tembak.
3.Andi Azis
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Andi Abdul Azis (lahir di Simpangbinangal, kabupaten Barru, Sulawesi Selatan,
19 September
1924; umur 88 tahun) adalah seorang tokoh militer Indonesia yang dikenal karena
keterlibatannya dalam Peristiwa Andi Azis.Andi Azis lahir dari keluarga keturunan Bugis di Sulawesi Selatan.
Pada awal tahun1930-an Andi Azis kemudian dibawa seorang pensiunan Asisten Residen bangsa Belanda ke Belanda.
Pada tahun 1935 i memasuki Leger School dan tamat tahun 1938 lalu meneruskan ke Lyceum sampai tahun 1944.
19 September
1924; umur 88 tahun) adalah seorang tokoh militer Indonesia yang dikenal karena
keterlibatannya dalam Peristiwa Andi Azis.Andi Azis lahir dari keluarga keturunan Bugis di Sulawesi Selatan.
Pada awal tahun1930-an Andi Azis kemudian dibawa seorang pensiunan Asisten Residen bangsa Belanda ke Belanda.
Pada tahun 1935 i memasuki Leger School dan tamat tahun 1938 lalu meneruskan ke Lyceum sampai tahun 1944.
Sebenarnya Andi Azis sangat berhasrat untuk memasuki sekolah militer di negeri Belanda untuk menjadi
seorangprajurit tetapi niat itu tidak terlaksana karena pecah Perang Dunia II. Kemudian Andi Azis memasuki
Koninklijk Leger dan bertugas sebagai tim pertempuran bawah tanah melawan Tentara Pendudukan Jerman (Nazi).
Dari pasukan bawah tanah kemudian Andi Azis dipindahkan kebelakang garis pertahanan Jerman, untuk melumpuhkan
pertahanan Jerman dari dalam. Karena di Eropa kedudukan sekutu semakin terjepit, maka secara diam-diam Andi Azis
dengan kelompoknya menyeberang ke Inggris, daerah paling aman dari Jerman — walaupun sebelum 1944 sering mendapat
kiriman bom Jerman dari udara.Sejarah hidupKembali ke Indonesia
Pada tanggal 19 Januari 1946 satuannya mendarat di Jawa (Jakarta), waktu itu ia menjabat komandan regu, kemudian bertugas
di Cilinding. Pada tahun 1947 mendapat kesempatan cuti panjang ke Makassar dan mengakhiri dinas militer. Setelah itu ia kembali
lagi ke Jakarta dan mengikuti pendidikan kepolisian di Menteng Pulo, pertengahan 1947 ia dipanggil lagi masuk KNIL dan diberi pangkat
Letnan Dua.
di Cilinding. Pada tahun 1947 mendapat kesempatan cuti panjang ke Makassar dan mengakhiri dinas militer. Setelah itu ia kembali
lagi ke Jakarta dan mengikuti pendidikan kepolisian di Menteng Pulo, pertengahan 1947 ia dipanggil lagi masuk KNIL dan diberi pangkat
Letnan Dua.
Selanjutnya ia menjadi Ajudan Senior, Sukowati (Presiden NIT). Jabatan ini dijalaninya hampir satu setengah tahun, kemudian ia ditugaskan
sebagai salah seorang instruktur di Bandung-Cimahipada pasukan SSOP—sekolah pasukan payung milik KNIL bernama School tot Opleiding
voor Parachusten—(Baret Merah
anggotanya.
sebagai salah seorang instruktur di Bandung-Cimahipada pasukan SSOP—sekolah pasukan payung milik KNIL bernama School tot Opleiding
voor Parachusten—(Baret Merah
anggotanya.
Pasukan dari kompi yang dipimpinnya
itu bukan pasukan sembarangan karena Kemampuan tempur pasukan itu diatas
standar pasukan reguler
Belanda dan juga TNI. Pada saat itu daerah Cimahi adalah daerah dimana banyak prajurit Belanda dilatih untuk persiapan agresi militer Belanda II.
Ditempat ini setidaknya ada dua macam pasukan khusus Belanda dilatih: pasukan Komando (baret hijau); pasukan penerjun (baret merah). Andi Azis
kemungkinan melatih pasukan komando—sesuai pengalamannnya di front Eropa.
Belanda dan juga TNI. Pada saat itu daerah Cimahi adalah daerah dimana banyak prajurit Belanda dilatih untuk persiapan agresi militer Belanda II.
Ditempat ini setidaknya ada dua macam pasukan khusus Belanda dilatih: pasukan Komando (baret hijau); pasukan penerjun (baret merah). Andi Azis
kemungkinan melatih pasukan komando—sesuai pengalamannnya di front Eropa.
[sunting]Pemberontakan APRIS
Pasukan Andi Azis ini akhirnya menjadi
salah satu punggung pasukan pemberontak APRIS selama bulan April sampai
Agustus di Makassar —
disamping pasukan Belanda lain yang desersi dan tidak terkendali. Seperti yang terjadi dalam pemberontakan APRA Westerling yang terlalu
mengandalkan pasukan khusus Belanda Regiment Speciale Troepen — yang pernah dilatih Westerling — maka dalam pemberontakan Andi Azis
hampir semua unsur pasukan Belanda terlibat terutama KNIL non pasukan komando.
disamping pasukan Belanda lain yang desersi dan tidak terkendali. Seperti yang terjadi dalam pemberontakan APRA Westerling yang terlalu
mengandalkan pasukan khusus Belanda Regiment Speciale Troepen — yang pernah dilatih Westerling — maka dalam pemberontakan Andi Azis
hampir semua unsur pasukan Belanda terlibat terutama KNIL non pasukan komando.
Dari hasil pemeriksaan Aziz dalam
sidang militer yang digelar tiga tahun kemudian (1953), saksi mantan
Presiden NIT Sukawati dan Let.Kol Mokoginta
tidak banyak meringankan terdakwa yang pada ahirnya dihukum penjara selama 14 tahun. Dalam persidangan tersebut terdakwa mengaku bersalah, tidak
akan naik appel tapi merencanakan minta grasi kepada Presiden.
tidak banyak meringankan terdakwa yang pada ahirnya dihukum penjara selama 14 tahun. Dalam persidangan tersebut terdakwa mengaku bersalah, tidak
akan naik appel tapi merencanakan minta grasi kepada Presiden.
4.Republik Maluku Selatan
masih berupa Republik Indonesia Serikat). Namun oleh Pemerintah Pusat, RMS dianggap sebagai pemberontakan dan setelah misi damai gagal, maka RMS ditumpas tuntas pada November 1950. Sejak 1966 RMS berfungsi sebagai pemerintahan terror di pengasingan, Belanda
[sunting]Pemimpin
Pemerintah RMS yang pertama dibawah pimpinan dari J.H. Manuhutu, Kepala Daerah Maluku
dalam Negara Indonesia Timur (NIT).
dalam Negara Indonesia Timur (NIT).
Setelah Mr. dr. Chris Soumokil(Mantan Jaksa Agung NIT yang merupakan underdog Belanda)
dibunuh secara illegal atas perintah Pemerintah Indonesia, maka dibentuk Pemerintah dalam
pengasingan di Belanda dibawah pimpinan Ir. [Johan Alvarez Manusama], pemimpin kedua
[drs. Frans Tutuhatunewa] turun pada tanggal 24 april 2009. Kini mr. John Wattilete adalah pemimpin RMS pengasingan di Belanda.
dibunuh secara illegal atas perintah Pemerintah Indonesia, maka dibentuk Pemerintah dalam
pengasingan di Belanda dibawah pimpinan Ir. [Johan Alvarez Manusama], pemimpin kedua
[drs. Frans Tutuhatunewa] turun pada tanggal 24 april 2009. Kini mr. John Wattilete adalah pemimpin RMS pengasingan di Belanda.
Tagal serangan dan anneksasi illegal oleh tentara RI, maka Pemerintah RMS - diantaranya Mr. Dr. Soumokil, terpaksa mundur ke Pulau
Seram dan memimpin guerilla di pedalaman Nusa Ina (pulau Seram). Ia ditangkap di Seram pada 2 Desember 1962, dijatuhi hukuman mati
oleh pengadilan militer, dan dilaksanakan di Kepulauan Seribu, Jakarta, pada 12 April 1966.
Seram dan memimpin guerilla di pedalaman Nusa Ina (pulau Seram). Ia ditangkap di Seram pada 2 Desember 1962, dijatuhi hukuman mati
oleh pengadilan militer, dan dilaksanakan di Kepulauan Seribu, Jakarta, pada 12 April 1966.
5.Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia
Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (biasa disingkat dengan PRRI) merupakan salah satu gerakan pertentangan
antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat (Jakarta) yang dideklarasikan pada tanggal 15 Februari 1958 dengan keluarnya
ultimatum dari Dewan Perjuangan yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Ahmad Husein di Padang, Sumatera Barat, Indonesia.
antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat (Jakarta) yang dideklarasikan pada tanggal 15 Februari 1958 dengan keluarnya
ultimatum dari Dewan Perjuangan yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Ahmad Husein di Padang, Sumatera Barat, Indonesia.
Dan kemudian gerakan ini mendapat sambutan dari wilayah Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah, dimana pada tanggal 17 Februari 1958
kawasan tersebut menyatakan mendukung PRRI.[1]
kawasan tersebut menyatakan mendukung PRRI.[1]
Konflik yang terjadi ini sangat dipengaruhi oleh tuntutan keinginan akan adanya otonomi daerah yang lebih luas. Selain itu ultimatum yang
dideklarasikan itu bukan tuntutan pembentukan negara baru maupun pemberontakan, tetapi lebih kepada konstitusi dijalankan.[2] Pada masa
bersamaan kondisi pemerintahan di Indonesia masih belum stabil pasca agresi Belanda. Hal ini juga memengaruhi hubungan pemerintah pusat
dengan daerah serta menimbulkan berbagai ketimpangan dalam pembangunan, terutama pada daerah-daerah di luar pulau Jawa.
dideklarasikan itu bukan tuntutan pembentukan negara baru maupun pemberontakan, tetapi lebih kepada konstitusi dijalankan.[2] Pada masa
bersamaan kondisi pemerintahan di Indonesia masih belum stabil pasca agresi Belanda. Hal ini juga memengaruhi hubungan pemerintah pusat
dengan daerah serta menimbulkan berbagai ketimpangan dalam pembangunan, terutama pada daerah-daerah di luar pulau Jawa.
Dan sebelumnya bibit-bibit konflik tersebut dapat dilihat dengan
dikeluarkannya Perda No. 50 tahun 1950 tentang pembentukan wilayah
otonom
oleh provinsi Sumatera Tengah waktu itu yang mencakup wilayah provinsi Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, dan Jambi sekarang.[3]
oleh provinsi Sumatera Tengah waktu itu yang mencakup wilayah provinsi Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, dan Jambi sekarang.[3]
Namun apa yang menjadi pertentangan ini, dianggap sebagai sebuah pemberontakan[1] oleh pemerintah pusat yang menganggap ultimatum itu
merupakan proklamasi pemerintahan tandingan dan kemudian dipukul habis dengan pengerahan pasukan militer terbesar yang pernah tercatat di
dalam sejarah militer Indonesia.
merupakan proklamasi pemerintahan tandingan dan kemudian dipukul habis dengan pengerahan pasukan militer terbesar yang pernah tercatat di
dalam sejarah militer Indonesia.
Pasca PRRI
Pengaruh dari peristiwa ini juga menyebabkan timbulnya eksodus besar-besaran suku Minangkabau ke daerah lain[4] serta kemudian menimbulkan
efekpsikologis yang besar pada sebagian besar masyarakat Minangkabau masa tersebut, yaitu melekatnya stigma pemberontak[5], padahal kawasan
Minangkabau sejak zaman Belanda termasuk kawasan yang gigih menentang kolonialis serta kawasan Indonesia yang setia dan banyak melahirkan
pemimpin-pemimpin nasionalis masa pra kemerdekaan. Selain beberapa tindakan kekerasan yang dialami oleh masyarakat juga menguncang harga diri,
harkat dan martabat yang begitu terhina dan dihinggapi mentalitas orang kalah [6] serta trauma atas kekalahan PRRI. Sampai hari ini para pelaku peristiwa
PRRI tetap menolak dianggap sebagai pemberontak atas tindakan yang mereka lakukan.[4]
efekpsikologis yang besar pada sebagian besar masyarakat Minangkabau masa tersebut, yaitu melekatnya stigma pemberontak[5], padahal kawasan
Minangkabau sejak zaman Belanda termasuk kawasan yang gigih menentang kolonialis serta kawasan Indonesia yang setia dan banyak melahirkan
pemimpin-pemimpin nasionalis masa pra kemerdekaan. Selain beberapa tindakan kekerasan yang dialami oleh masyarakat juga menguncang harga diri,
harkat dan martabat yang begitu terhina dan dihinggapi mentalitas orang kalah [6] serta trauma atas kekalahan PRRI. Sampai hari ini para pelaku peristiwa
PRRI tetap menolak dianggap sebagai pemberontak atas tindakan yang mereka lakukan.[4]
6.Perdjuangan Semesta
Perdjuangan Semesta atau Perdjuangan Rakjat Semesta disingkat Permesta adalah sebuah gerakan militer di Indonesia. Gerakan ini dideklarasikan
oleh pemimpin sipil dan militer Indonesia Timur pada 2 Maret 1957 yaitu oleh Letkol Ventje Sumual. Pusat pemberontakan ini berada di Makassar yang
pada waktu itu merupakan ibu kota Sulawesi. Awalnya masyarakat Makassar mendukung gerakan ini. Perlahan-lahan, masyarakat Makassar mulai
memusuhi pihak Permesta. Setahun kemudian, pada 1958 markas besar Permesta dipindahkan ke Manado. Disini timbul kontak senjata dengan pasukan
pemerintah pusat sampai mencapai gencatan senjata. Masyarakat di daerah Manado waktu itu tidak puas dengan keadaan pembangunan mereka.
Pada waktu itu masyarakat Manado juga mengetahui bahwa mereka juga berhak atas hak menentukan diri sendiri (self determination) yang sesuai dengan
sejumlah persetujuan dekolonisasi. Di antaranya adalah Perjanjian Linggarjati, Perjanjian Renville dan Konferensi Meja Bundar yang berisi mengenai
prosedur-prosedur
dekolonisasi atas bekas wilayah Hindia Timur.
oleh pemimpin sipil dan militer Indonesia Timur pada 2 Maret 1957 yaitu oleh Letkol Ventje Sumual. Pusat pemberontakan ini berada di Makassar yang
pada waktu itu merupakan ibu kota Sulawesi. Awalnya masyarakat Makassar mendukung gerakan ini. Perlahan-lahan, masyarakat Makassar mulai
memusuhi pihak Permesta. Setahun kemudian, pada 1958 markas besar Permesta dipindahkan ke Manado. Disini timbul kontak senjata dengan pasukan
pemerintah pusat sampai mencapai gencatan senjata. Masyarakat di daerah Manado waktu itu tidak puas dengan keadaan pembangunan mereka.
Pada waktu itu masyarakat Manado juga mengetahui bahwa mereka juga berhak atas hak menentukan diri sendiri (self determination) yang sesuai dengan
sejumlah persetujuan dekolonisasi. Di antaranya adalah Perjanjian Linggarjati, Perjanjian Renville dan Konferensi Meja Bundar yang berisi mengenai
prosedur-prosedur
dekolonisasi atas bekas wilayah Hindia Timur.
Pemerintah pusat Republik Indonesia yang dideklarasikan di Jakarta pada 17 Agustus 1945 kemudian menggunakan operasi-operasi militer untuk menghentikan
gerakan-gerakan pemberontakan yang mengarah kepada kemerdekaan.
gerakan-gerakan pemberontakan yang mengarah kepada kemerdekaan.
[sunting]Awal Gerakan
Pada tanggal 2 Maret 1957 di Makassar,Letkol.Ventje Sumual memproklamirkan berdirinya Piagam Perjuangan Semesta.Gerakan meliputi hampir seluruh
wilayah
Indonesia Timur serta mendapat dukungan dari tokoh-tokoh Indonesia Timur. Ketika itu keadaan Indonesia sangat bahaya dan hampir seluruh
pemerintahan di daerah
diambil oleh militer. Selain itu mereka juga membekukan segala AktivitasPKI(Partai Komunis Indonesia), serta menangkap kader-kader PKI.
Keadaan semakin genting
tatkala diadakan rapat di gedungUniversitas Permesta yang membicarakan pemutusan hubungan dengan pemerintah pusat.
Pada pukul 07.00 diadakan pertemuan
di ruang rapat gedung Universitas Permesta di Sario Manado dengan tokoh tokoh politik, masyarakat dan cendikiawan. Saat itu Kapten Wim Najoan,
Panglima Komando
Daerah Militer Sulawesi Utara dan Tengah, memberikan gambaran tentang perkembangan di Sumatera dan putusan agar dibentuknya PRRI.
Selanjutnya ia memberikan
sebuah pernyataan "Permesta di Sulutteng menyatakan solider dan sepenuhnya mendukung pernyataan PRRI. Oleh sebab itu, mulai saat ini juga
Permesta memutuskan
hubungan dengan Pemerintah RI Kabinet Djuanda." Seketika pula para peserta rapat berdiri dan menyambutnya dengan pekik: "Hidup PRRI!
Hidup Permesta! Hidup Somba!"
Setelah itu rapat diskors 30 menit untuk menyusun teks pemutusan hubungan dengan pusat oleh 3 orang Mayor Eddy Gagola,Kapten Wim Najoan
dan kawan-kawan.
Setelah selesai menyusun teks pemutusan hubungan degan Pemerintah Pusat rapat dilanjutkan dan teks tersebut dibacakan kepada para hadirin.
Respons perta rapat
sangat antusias, dengan ramai mereka mendengungkan pekik "Hidup Permesta! Hidup PRRI! Hidup Somba-Sumual!" Setelah itu
Mayor Dolf Runturambi bertanya kepada hadirin,
"Bagaimana, saudara saudara setuju?" Serentak dijawab: "Setuju! Setuju!" Kembali suasana yang sangat ramai dari para hadirin. Setelah rapat tersebut,
Kolonel D. J. Somba
selaku pimpinan Kodam Sulawesi Utara dan Tengah mengadakan rapat di lapangan sario Manado. Ia membacakan teks pemutusan hubungan dangan
Pemerintah Pusat yang isinya:
wilayah
Indonesia Timur serta mendapat dukungan dari tokoh-tokoh Indonesia Timur. Ketika itu keadaan Indonesia sangat bahaya dan hampir seluruh
pemerintahan di daerah
diambil oleh militer. Selain itu mereka juga membekukan segala AktivitasPKI(Partai Komunis Indonesia), serta menangkap kader-kader PKI.
Keadaan semakin genting
tatkala diadakan rapat di gedungUniversitas Permesta yang membicarakan pemutusan hubungan dengan pemerintah pusat.
Pada pukul 07.00 diadakan pertemuan
di ruang rapat gedung Universitas Permesta di Sario Manado dengan tokoh tokoh politik, masyarakat dan cendikiawan. Saat itu Kapten Wim Najoan,
Panglima Komando
Daerah Militer Sulawesi Utara dan Tengah, memberikan gambaran tentang perkembangan di Sumatera dan putusan agar dibentuknya PRRI.
Selanjutnya ia memberikan
sebuah pernyataan "Permesta di Sulutteng menyatakan solider dan sepenuhnya mendukung pernyataan PRRI. Oleh sebab itu, mulai saat ini juga
Permesta memutuskan
hubungan dengan Pemerintah RI Kabinet Djuanda." Seketika pula para peserta rapat berdiri dan menyambutnya dengan pekik: "Hidup PRRI!
Hidup Permesta! Hidup Somba!"
Setelah itu rapat diskors 30 menit untuk menyusun teks pemutusan hubungan dengan pusat oleh 3 orang Mayor Eddy Gagola,Kapten Wim Najoan
dan kawan-kawan.
Setelah selesai menyusun teks pemutusan hubungan degan Pemerintah Pusat rapat dilanjutkan dan teks tersebut dibacakan kepada para hadirin.
Respons perta rapat
sangat antusias, dengan ramai mereka mendengungkan pekik "Hidup Permesta! Hidup PRRI! Hidup Somba-Sumual!" Setelah itu
Mayor Dolf Runturambi bertanya kepada hadirin,
"Bagaimana, saudara saudara setuju?" Serentak dijawab: "Setuju! Setuju!" Kembali suasana yang sangat ramai dari para hadirin. Setelah rapat tersebut,
Kolonel D. J. Somba
selaku pimpinan Kodam Sulawesi Utara dan Tengah mengadakan rapat di lapangan sario Manado. Ia membacakan teks pemutusan hubungan dangan
Pemerintah Pusat yang isinya:
"RAKYAT SULAWESI UTARA DAN TENGAH TERMASUK MILITER SOLIDER PADA KEPUTUSAN PRRI DAN MEMUTUSKAN HUBUNGAN DENGAN
PEMERINTAH RI"
PEMERINTAH RI"
Hari itu juga Pemerintah Pusat kemudian mengumumkan pemecatan dengan tidak hormat atas Letkol H.N. Ventje Sumual, Mayor D.J. Somba, dan kawan
kawannya, dari Angkatan Darat.
Saat itu pula para pelajar, mahasiswa, pemuda dan ex-KNIL mendaftarkan diri untuk menjadi Pasukan dalam Angkatan Perang Permesta. Bagi mereka yang
telah mendatar langsung di beri latihan diMapanget. dalam hal ini pula keterlibatan Amerika Serikat benar benar terlihat,dengan mendatangkan penasehat
penasehat militernya.serta memberikan sejumlah bantuan berupa Amunisi,mitraliur anti pesawat terbang selain itu untuk memperkuat Angkatan
Perang Revolusioner (AUREV). mereka juga mendatangkan sejumlah pesawat terbang antara lain pesawat pengangkut DC-3 Dakota, pesawat pemburu P-51
Mustang, Beachcraft, Consolidated PBY Catalina dan pembom B-26 Invader. di sisi lain juga Permesta membentuk suatu badan dan satua kepolisian yaitu 1.
Polisi Revolusioner 2.Pasukan Wanita Permesta(PWP) 3.Permesta Yard yaitu sebuah badan intelejen.
kawannya, dari Angkatan Darat.
Saat itu pula para pelajar, mahasiswa, pemuda dan ex-KNIL mendaftarkan diri untuk menjadi Pasukan dalam Angkatan Perang Permesta. Bagi mereka yang
telah mendatar langsung di beri latihan diMapanget. dalam hal ini pula keterlibatan Amerika Serikat benar benar terlihat,dengan mendatangkan penasehat
penasehat militernya.serta memberikan sejumlah bantuan berupa Amunisi,mitraliur anti pesawat terbang selain itu untuk memperkuat Angkatan
Perang Revolusioner (AUREV). mereka juga mendatangkan sejumlah pesawat terbang antara lain pesawat pengangkut DC-3 Dakota, pesawat pemburu P-51
Mustang, Beachcraft, Consolidated PBY Catalina dan pembom B-26 Invader. di sisi lain juga Permesta membentuk suatu badan dan satua kepolisian yaitu 1.
Polisi Revolusioner 2.Pasukan Wanita Permesta(PWP) 3.Permesta Yard yaitu sebuah badan intelejen.
Selain dari Amerika Serikat Permesta juga mendapat bantuan dan dukungan dari Negara Negara pro Barat seperti Taiwan, Korea Selatan, Philipina serta Jepang.
dan dengan dukungan yang begitu besar sehingga Permesta tidak pernah
kehabisan perbekalan ketika bertempur Sejumlah besar anggota Komando
Pemuda Permesta wilayah Sulawesi Utara dan Tengah dengan sukarela mendaftarkan diri menjadi anggota pasukan Permesta Komando Pemuda Permesta.
Sebelumnya tugas Mereka, adalah untuk membantu pemerintah daerah guna
mengerahkan tenaga dan dana untuk melancarkan pembangunan di daerah
daerah.
Pergolakan inipun terus berlanjut dan semakin menuju terjadinya Perang Saudara. ketika itu Republik Indonesia yang baru berdiri kurang lebih 10 tahun setelahpengakuan kedaulatan benar benar di ujung tanduk. keutuhan Negara Republik Indonesia sangat membahayakan apalagi saat itu di daerah lainnya juga muncul
pemberontakan pemberontakan terhadap Pemerintah RI yaitu 1. PRRI (Pemerintahan Revolusioner Indonesia) 2. DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) 3.
Republik Maluku Selatan
Selain itu juga di dalam tubuh pemerintahan RI banyak terjadi pergolakan politik.terutama dengan silih bergantinya Kabinet,seiring dengan penerapan
Demokrasi Liberal.
di sisi lain hubungan Dwi-Tunggal Soekarno dan juga Hatta mengalami keretakan.ini terjadi akibat dari kedekatan Soekarno dengan Partai Komunis Indonesia
yang selalu memusuhi Hatta. akhirnya dengan berat hati memundurkan diri dari jabatan sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia di kala suasana Negara yang kritis.
Akibat pemutusan hubungan Permesta dengan Pusat Kota Manado Menjadi sangat mencekam.Kegelisahan meghantui setiap penjuru Manado. Warga seakan tak bisa
tenang untuk sesaatpun karena khawatir akan adanya serangan dari Pemerintah Pusat yang diperkirakan tak lama lagi bakal datang menyerbu daerah yang dikuasai
Permesta. Banyak Masyarakat manado yang mengungsi ke luar Kota untuk menghindari Perang Saudara yang nampaknya akan menjadi sebuah kenyataan,
Di lain pihak juga dukungan terhadap Permesta semakin besar. Dengan,masuknya Kolonel Alexander Evert Kawilarang setelah berhenti sebagai Atase Militer RI
pada Kedubes RI di Washington, DC, Amerika Serikat], kemudian ia berhenti dari dinas militer, dengan Pangkat Brigadir Jenderal. Selanjutnya pulang
ke Sulawesi Utara untuk bergabung dengan Permesta. disana ia mendapat jabatan sebagai Panglima Besar/Tertinggi Angkatan Perang Revolusi PRRI dan
Kepala Staf Angkatan Perang APREV (Angkatan Perang Revolusi) PRRI, dengan pangkat Mayor jenderal.dan selanjutnya ia menjadi Panglima Besar Permesta.
Presiden Taiwan Chiang Kai Shek pernah merencanakan untuk mengirimkan 1 resimen marinir dan 1 skuadron pesawat tempur untuk merebut Morotai bersama sama
dengan Permesta, namun Menteri Luar Negeri Taiwan Yen Kung Chau menentang gagasan itu.karena khawatir Republik Rakyat Cina akan ikut serta membantu
Pemerintah Pusat di Jakarta dan mungkin akan memiliki alasan untuk mengintervensi. terhadap Taiwan. walaupun demikian. Taiwan sebelumnya memang sudah
membantu Permesta dengan mengirimkan persenjataan dan dua squadron pesawat tempur ke Minahasa untuk Angkatan Udara Revolusioner Bantuan Taiwan akhirnya
tercium oleh Pemerintah Pusat. Bulan Agustus 1958, militer mengambil alih bisnis yang dipegang oleh penduduk WNI asal Taiwan. dan sejumlah Surat Kabar, Sekolah
ditertibkan.
Demokrasi Liberal.
di sisi lain hubungan Dwi-Tunggal Soekarno dan juga Hatta mengalami keretakan.ini terjadi akibat dari kedekatan Soekarno dengan Partai Komunis Indonesia
yang selalu memusuhi Hatta. akhirnya dengan berat hati memundurkan diri dari jabatan sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia di kala suasana Negara yang kritis.
Akibat pemutusan hubungan Permesta dengan Pusat Kota Manado Menjadi sangat mencekam.Kegelisahan meghantui setiap penjuru Manado. Warga seakan tak bisa
tenang untuk sesaatpun karena khawatir akan adanya serangan dari Pemerintah Pusat yang diperkirakan tak lama lagi bakal datang menyerbu daerah yang dikuasai
Permesta. Banyak Masyarakat manado yang mengungsi ke luar Kota untuk menghindari Perang Saudara yang nampaknya akan menjadi sebuah kenyataan,
Di lain pihak juga dukungan terhadap Permesta semakin besar. Dengan,masuknya Kolonel Alexander Evert Kawilarang setelah berhenti sebagai Atase Militer RI
pada Kedubes RI di Washington, DC, Amerika Serikat], kemudian ia berhenti dari dinas militer, dengan Pangkat Brigadir Jenderal. Selanjutnya pulang
ke Sulawesi Utara untuk bergabung dengan Permesta. disana ia mendapat jabatan sebagai Panglima Besar/Tertinggi Angkatan Perang Revolusi PRRI dan
Kepala Staf Angkatan Perang APREV (Angkatan Perang Revolusi) PRRI, dengan pangkat Mayor jenderal.dan selanjutnya ia menjadi Panglima Besar Permesta.
Presiden Taiwan Chiang Kai Shek pernah merencanakan untuk mengirimkan 1 resimen marinir dan 1 skuadron pesawat tempur untuk merebut Morotai bersama sama
dengan Permesta, namun Menteri Luar Negeri Taiwan Yen Kung Chau menentang gagasan itu.karena khawatir Republik Rakyat Cina akan ikut serta membantu
Pemerintah Pusat di Jakarta dan mungkin akan memiliki alasan untuk mengintervensi. terhadap Taiwan. walaupun demikian. Taiwan sebelumnya memang sudah
membantu Permesta dengan mengirimkan persenjataan dan dua squadron pesawat tempur ke Minahasa untuk Angkatan Udara Revolusioner Bantuan Taiwan akhirnya
tercium oleh Pemerintah Pusat. Bulan Agustus 1958, militer mengambil alih bisnis yang dipegang oleh penduduk WNI asal Taiwan. dan sejumlah Surat Kabar, Sekolah
ditertibkan.
[sunting]Operasi Militer
Pemerintah Pusat melalui KSAD Mayor Jenderal Nasution melakukan pesiapan guna melakukan operasi militer terhadap kedudukan Permesta di Sulawesi.
operasi ini di
sebut Operasi Saptamarga I dengan pimpinan Letkol Soemarsono dengan rincian sasaran Sulawesi Utara bagian Tengah pada bulan Maret 1958 Palu dan Donggala telah
direbut oleh APRI(Angkatan Perang Republik Indonesia) dan Pasukan Mobile Brigade, di bawah pimpinan Kapten Frans Karangan Dikabarkan bahwa komandan.
Akhir Maret 1958, Permesta mendapatkan bantuan gerombolan Jan Timbuleng (Pasukan Pembela Keadilan/PPK) juga turut bergabung gerombolan pemberontak lainnya,
kurang lebih 300 orang dari satu kelompok (Sambar Njawa) yang dipimpin Daan Karamoy. Serta bekas istri Jan Timbuleng, Len Karamoy sebagai komandan pasukan,
menawarkan diri untuk melatih sebuah laskar wanita untuk Permesta (PWP). serta mereka Pula melakukan rencana untuk menyerang Jakarta. Namun secara bertahap.
rencana ini di beri nama Operasi Djakarta II. Rencana Operasi Djakarta II itu adalah sebagai berikut: a. merebut kembali daerah Palu/Donggala yang telah dikuasai
Tentara pusat;lalu menyerang dan menduduki Balikpapan. b. sasaran kedua adalah Bali; c. sasaran ketiga adalah Pontianak; d. sasaran terakhir adalah Jakarta.
operasi ini di
sebut Operasi Saptamarga I dengan pimpinan Letkol Soemarsono dengan rincian sasaran Sulawesi Utara bagian Tengah pada bulan Maret 1958 Palu dan Donggala telah
direbut oleh APRI(Angkatan Perang Republik Indonesia) dan Pasukan Mobile Brigade, di bawah pimpinan Kapten Frans Karangan Dikabarkan bahwa komandan.
Akhir Maret 1958, Permesta mendapatkan bantuan gerombolan Jan Timbuleng (Pasukan Pembela Keadilan/PPK) juga turut bergabung gerombolan pemberontak lainnya,
kurang lebih 300 orang dari satu kelompok (Sambar Njawa) yang dipimpin Daan Karamoy. Serta bekas istri Jan Timbuleng, Len Karamoy sebagai komandan pasukan,
menawarkan diri untuk melatih sebuah laskar wanita untuk Permesta (PWP). serta mereka Pula melakukan rencana untuk menyerang Jakarta. Namun secara bertahap.
rencana ini di beri nama Operasi Djakarta II. Rencana Operasi Djakarta II itu adalah sebagai berikut: a. merebut kembali daerah Palu/Donggala yang telah dikuasai
Tentara pusat;lalu menyerang dan menduduki Balikpapan. b. sasaran kedua adalah Bali; c. sasaran ketiga adalah Pontianak; d. sasaran terakhir adalah Jakarta.
Operasi ini bertujuan untuk menekan Pemerintah Pusat agar mau berunding dengan PRRI. dan pada 13 April 1958 pesawat pesawat milik AUREV menyerang lapangan
udara Mandai Makassar serta tempat tempat lainya seperti Ternate,Balikpapan dan Donggala dan serangan yang paling fatal adalah serangan terhadap Kapal Hang Tuah
yang sedang bersandar di pelabuhanBalikpapan.menyebabkan Kapal tersebut tenggelam. Pada tanggal 18 mei 1958 dilakukanlah Operasi Mena II di bawah Komando Letkol.
KKO Huhnholz untuk merebut lapangan udara Morotai di sebelah utara Halmahera. mayor Soedomo selaku Kepala Staf memerintahkan tuk berlayar ke Pulau Tiaga di lepas
Pantai Ambon dengan di dukung Pesawat P-51 Mustang dan B-26 serta Pasukan Gerak Cepat,Pasukan Angkatan Darat dan Gabungan Marinir. Lalu Datanglah serangan
dari Allen Pope menggunakan Pesawat B-26 Invader. sebelumya ia telah menyerang Ambonsetelah terbang dari Mapanget. Seketikapun Allen Pope menukikan Pesawatnya
untuk menyerang kedudukan Pasukan APRI. melihat tanda bahaya para awak yang berada di dalam Kapaldengan serentak melakukan tembakan balasan. hampir seluruh
Pasukan yang ada di dalam Kapal melakukanya. Mulai dengan Penagkis udara, Senapan Serbu, Senapan Otomatis, Senapan Infanteri bahkan Pistol. di sisi lain bantuan untuk
Pemerintah Pusat pun datang dari penerbang bernama Ignatius Dewanto dengan menggunakan Pesawat kopkit P-51. Dewanto langsung memacu pesawatnya dan lepas landas.
untuk membantu iring iringan ALRI yang diserang. Tetapi Dia tidak menemukan B-26 AUREV. Ferry Tank (Tangki bahan bakar cadangan) dilepas di laut. Lalu terlihatlah konvoi
kawan kawanya yang diserang B-26 milik AUREV buruannya. Dengan cepat ia mengejar Dewanto lalu mengambil posisi di belakang lawan. Roket ditembakkan namun,
berkali-kali lolos,
disusul dengan tembakan 6 meriam 12,7, karena jaraknya lebih dekat, memungkinkan ia dapat mengenainaya lebih besar. Dewanto yakin tembakannya mengenai sasaran.
Lalu semua awak yang berada di dalam Kapal melihat pesawat milik AUREV itu terbakar. lalu terlihatlah dua buah Parasut yang jatuh,ada yang jatuh di sebuah pohon,
serta luka terhempas karang. lalu kedua orang itu adalah Allen Pope dan Harry Rantung, Pope adalah seorang penerbang bayaran asal Amerika Serikat. yang sedang
melakukan tugas untuk membantu Permesta dalm Pemberontakan. Akibat semua ini adalah melemahnya kekuatan Permesta di udara. menyebabkan Apri dengan mudah
menguasai setiap Wilayah yang semula diduduki Permesta. Kemudian Pasukan RPKAD bersiap untuk menyerang mapanget namun mengalami Kegagalan serta menewaskan Miskan, seorang Prajurit dan Sersan Mayor Tugiman,
udara Mandai Makassar serta tempat tempat lainya seperti Ternate,Balikpapan dan Donggala dan serangan yang paling fatal adalah serangan terhadap Kapal Hang Tuah
yang sedang bersandar di pelabuhanBalikpapan.menyebabkan Kapal tersebut tenggelam. Pada tanggal 18 mei 1958 dilakukanlah Operasi Mena II di bawah Komando Letkol.
KKO Huhnholz untuk merebut lapangan udara Morotai di sebelah utara Halmahera. mayor Soedomo selaku Kepala Staf memerintahkan tuk berlayar ke Pulau Tiaga di lepas
Pantai Ambon dengan di dukung Pesawat P-51 Mustang dan B-26 serta Pasukan Gerak Cepat,Pasukan Angkatan Darat dan Gabungan Marinir. Lalu Datanglah serangan
dari Allen Pope menggunakan Pesawat B-26 Invader. sebelumya ia telah menyerang Ambonsetelah terbang dari Mapanget. Seketikapun Allen Pope menukikan Pesawatnya
untuk menyerang kedudukan Pasukan APRI. melihat tanda bahaya para awak yang berada di dalam Kapaldengan serentak melakukan tembakan balasan. hampir seluruh
Pasukan yang ada di dalam Kapal melakukanya. Mulai dengan Penagkis udara, Senapan Serbu, Senapan Otomatis, Senapan Infanteri bahkan Pistol. di sisi lain bantuan untuk
Pemerintah Pusat pun datang dari penerbang bernama Ignatius Dewanto dengan menggunakan Pesawat kopkit P-51. Dewanto langsung memacu pesawatnya dan lepas landas.
untuk membantu iring iringan ALRI yang diserang. Tetapi Dia tidak menemukan B-26 AUREV. Ferry Tank (Tangki bahan bakar cadangan) dilepas di laut. Lalu terlihatlah konvoi
kawan kawanya yang diserang B-26 milik AUREV buruannya. Dengan cepat ia mengejar Dewanto lalu mengambil posisi di belakang lawan. Roket ditembakkan namun,
berkali-kali lolos,
disusul dengan tembakan 6 meriam 12,7, karena jaraknya lebih dekat, memungkinkan ia dapat mengenainaya lebih besar. Dewanto yakin tembakannya mengenai sasaran.
Lalu semua awak yang berada di dalam Kapal melihat pesawat milik AUREV itu terbakar. lalu terlihatlah dua buah Parasut yang jatuh,ada yang jatuh di sebuah pohon,
serta luka terhempas karang. lalu kedua orang itu adalah Allen Pope dan Harry Rantung, Pope adalah seorang penerbang bayaran asal Amerika Serikat. yang sedang
melakukan tugas untuk membantu Permesta dalm Pemberontakan. Akibat semua ini adalah melemahnya kekuatan Permesta di udara. menyebabkan Apri dengan mudah
menguasai setiap Wilayah yang semula diduduki Permesta. Kemudian Pasukan RPKAD bersiap untuk menyerang mapanget namun mengalami Kegagalan serta menewaskan Miskan, seorang Prajurit dan Sersan Mayor Tugiman,
Setelah Pasukan RPKAD gagal kemudian AURI menyerang Mapanget dengan
Pesawat P-51 Mustang. dengan sasaran menembak awak Canon anti Udara
pertempuran sengit pun terjadi para awak Canon anti udara, Permesta
terus melakukan penembakan terhadap pasukan AURI secara
Terus menerus. bahkan, dari merka ada yang sampai terpental namun tidak
mengalami luka, lalu kembali memegang Canon Anti Udara mereka maisng
masing. dari akhirnya serangan ini kembali tidak membuahkan hasil. para
Canon Anti Udara Permesta menjadi Pahlawan karena berhasil mengusir
setiap serangan yang selalu datang.sebelumnya,mereka juga sempat
merontokan 3 pesawat milik AURI.AURI pun mengakui keunggulan Pertahanan
udara Permesta yang mereka nilai paling tersulit selama Melakukan Operai
Militer. kebanyakan dari mereka adalah Pasukan Ex-KNIL jadi sudah
sangat terlatih walaupun umur mereka banyak yang sudah tua,namun berkat
pengalaman yang mereka miliki. mereka dapat berbuat banyak. Sementara
itu Gubernur Sulawesi Andi Pangerang menyatakan Pembekuan segala
Aktivitas yang Berkaitan dengan Permesta. dan kemudian Amerika Serikat
menarik segala bantuanya terhadap Permesta. karena malu terhadap
Pemerintah Pusat setelah pesawat yang di kemudikan Pope terjatuh, yang
membongkar segala bantuan Amerika terhadap Permesta, Sebelum pesawat itu
jatuh Amerika Serikat, dengan sangat bersikeras menyatakan bahwa mereka
sama sekali tidak terlibat dengan PRRI maupun Permesta. Seperti yang
dikutip oleh John Foster Dulles “Apa
yang terjadi di Sumatera adalah urusan dalam negeri Indonesia. AS tidak
ikut campur dalam urusan dalam Negeri Negara lain” Kemudian, Eisenhower selaku
Presiden Amerika Serikat, mengadakan jumpa pers terkait Peristiwa yang
terjadi di Sumatera dan Sulawesi,serta penemuan beberapa senjata buatan
AS. isi dari jumpa pers itu adalah: “Senjata-senjata yang ditemukan oleh
ABRI. adalah senjata yang dengan mudah dapat ditemukan di pasar gelap
dunia. Di samping itu, sudah biasa di mana ada konflik pasti akan
ditemukan tentara bayaran”Tetapi tuduhan bahwa Amerika Serikat terlibat
disini semakin nyata, setelah tubuh Pope digeledah dan terdapat beberapa
identitas tentang dirinya. seperti surat keterangan yang mengizinkan
Pope memasuki semua fasilitas militer AS di Philpina. Juga ada kartu
klub perwira di pangkalan itu.
Hal ini membuat Amerika benar-benar kehilangan muka di dunia.bahkan
segala buku yang mengisahkan sepak terjang CIA selalu memojokan Amerika.
Untuk meraih Hati Presiden Soekarno. Amerika menawarkan bantuan
senjata. serta bersedia mengimpor beras kepada Indonesia dengan bayaran
Rupiah,selain itu dengan sangat terpaksa, Amerika menghentikan segala
bantuannya kepada PRRI dan Permesta. sehingga membuat keduannya semakin
melemah. Sementara itu peperangan antara Pemerintah pusat dan Permesta
semakin gencar. saling menguasai beberapa tempat terjadi. pada tanggal
17 Pebruary 1959 Permesta secara serentak melakukan serangan besar
besaran yang di beri nama operasi "Operation Djakarta Special One".
Tujuan dari serangan itu adalah. menduduki beberapa Kota Srategis
seperti; Langowan, Tondano dan Amurang-Tumpaan. untuk menhancurkan
segala Prasarana musuh. Namun demikian,operasi tersebut mengalami
kegagalan walaupun Permesta sempat menduduki beberapa tempat. namun
hanya untuk beberpa jam saja. karena tempat tersebut berhasil direbut
oleh Pasukan APRI dan AURI.
Setelahnya pasukan APRI dan AURI berhasil menduduki beberapa tempat yang sebelumnya merupakan basis terkuat dari Permesta.
[sunting]Kembali ke NKRI
Pada tahun 1960 Pihak Permesta Menyatakan kesediaanya, untuk berunding
dengan Pemerintah Pusat. Perundingan pun dilangsungkan Permesta diwakili
oleh Panglima Besar Angkatan Perang Permesta, Mayor Jenderal Alex Evert
Kawilarang. serta Pemerintah Pusat diwakili oleh Kepala Staf Angkatan
Darat Letnan Jenderal A.H. Nasution. dari perundingan tersebut tercapai
sebuah kesepakatan yaitu: bahwa pasukan Permesta akan membantu pihak TNI
untuk bersama-sama menghadapi pihak Komunis di Jawa. Pada tahun 1961
Pemerintah Pusat melalui Keppres 322/1961. memberi Amnesti dan Abolisi
Bagi siapa saja yang terlibat PRRI dan Permesta. tapi bukan untuk itu
saja bagi anggota DI/TII baik, di Jawa Barat, Aceh, Jawa Tengah,
Kalimntan Selatan dan Sulawesi Selatan Juga berhak Menerimanya. Sesudah
keluar keputusan itu, be ramai-ramai banyak anggota Permesta yang keluar
dari hutan-hutan Untuk mendapatkan Amnesti dan Abolisi. Seperti Kolonel
D.J. Somba, Mayor Jenderal A.E. Kawilarang, Kolonel Dolf Runturambi,
Kolonel Petit Muharto Kartodirdjo, dan Kolonel Ventje Sumual beserta
pasukannya menjadi kelompok paling akhir yang keluar dari hutan hutan.
untuk mendapatkan Amnesti dan Abolisi. dan pada tahun itu pula permesta
dinyatakan bubar.
[sunting]Pranala luar
7.Gerakan 30 September 1965
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Gerakan 30 September atau yang sering disingkat G 30 S PKI, G-30S/PKI, Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah sebuah peristiwa yang terjadi selewat malam tanggal 30 September sampai di awal 1 Oktober 1965 di mana enam perwira tinggi militer Indonesiabeserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha percobaan kudeta yang kemudian dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia.
[sunting]PKI merupakan partai komunis yang terbesar di seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni Soviet. Anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan petani Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota. Termasuk pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan artis dan pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung.Latar belakang
Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan
konstitusi di bawah dekrit presiden - sekali lagi dengan dukungan penuh
dari PKI. Ia memperkuat tangan angkatan bersenjata dengan mengangkat
para jendral militer ke posisi-posisi yang penting. Sukarno menjalankan
sistem "Demokrasi Terpimpin".
PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan anggapan
bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara
Nasionalis, Agama dan Komunis yang dinamakan NASAKOM.
Pada era "Demokrasi Terpimpin", kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan
kaum burjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen
kaum buruh dan petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan
ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.
Pada kunjungan Menlu Subandrio ke Tiongkok, Perdana Menteri Zhou Enlai memberikan
100.000 pucuk senjata chung. Penawaran ini gratis tanpa syarat dan
kemudian dilaporkan ke Bung Karno tetapi belum juga menetapkan waktunya
sampai meletusnya G30S. Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan
Sukarno menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden - sekali lagi
dengan hasutan dari PKI. Ia memperkuat tangan angkatan bersenjata dengan
mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang penting. Sukarno
menjalankan sistem "Demokrasi Terpimpin".
PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan anggapan
bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara
Nasionalis, Agama dan Komunis yang dinamakan NASAKOM.
Pada era "Demokrasi Terpimpin", kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan
nasionalis dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan
petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang
mendesak. Pendapatan ekspor menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.
[sunting]Angkatan kelima
Pada kunjungan Menlu Subandrio ke Tiongkok, Perdana Menteri Zhou Enlai menjanjikan 100.000 pucuk senjata jenis chung,
penawaran ini gratis tanpa syarat dan kemudian dilaporkan ke Bung Karno
tetapi belum juga menetapkan waktunya sampai meletusnya G30S.
Pada awal tahun 1965 Bung Karno atas saran dari PKI akibat dari tawaran perdana mentri RRC, mempunyai ide tentang Angkatan Kelima yang
berdiri sendiri terlepas dari ABRI. Tetapi petinggi Angkatan Darat
tidak setuju dan hal ini lebih menimbulkan nuansa curiga-mencurigai
antara militer dan PKI.
Dari tahun 1963,
kepemimpinan PKI makin lama makin berusaha memprovokasi
bentrokan-bentrokan antara aktivis massanya dan polisi dan militer.
Pemimpin-pemimpin PKI juga menginfiltrasi polisi dan tentara denga
slogan "kepentingan bersama" polisi dan "rakyat". Pemimpin PKI DN Aiditmengilhami slogan "Untuk Ketentraman Umum Bantu Polisi". Di bulan Agustus 1964,
Aidit menganjurkan semua anggota PKI membersihkan diri dari
"sikap-sikap sektarian" kepada angkatan bersenjata, mengimbau semua
pengarang dan seniman sayap-kiri untuk membuat "massa tentara" subyek
karya-karya mereka.
Di akhir 1964 dan permulaan 1965 ribuan
petani bergerak merampas tanah yang bukan hak mereka atas hasutan PKI.
Bentrokan-bentrokan besar terjadi antara mereka dan polisi dan para
pemilik tanah.
Bentrokan-bentrokan tersebut dipicu oleh propaganda PKI yang menyatakan
bahwa petani berhak atas setiap tanah, tidak peduli tanah siapa pun
(milik negara=milik bersama). Kemungkinan besar PKI meniru revolusi
Bolsevik di Rusia, di mana di sana rakyat dan partai komunis menyita
milik Tsar dan membagi-bagikannya kepada rakyat.
Pada permulaan 1965, para buruh mulai menyita perusahaan-perusahaan karet dan minyak milik Amerika Serikat.
Kepemimpinan PKI menjawab ini dengan memasuki pemerintahan dengan
resmi. Pada waktu yang sama, jendral-jendral militer tingkat tinggi juga
menjadi anggota kabinet. Jendral-jendral tersebut masuk kabinet karena
jabatannya di militer oleh Sukarno disamakan dengan setingkat mentri.
Hal ini dapat dibuktikan dengan nama jabatannya (Menpangab, Menpangad,
dan lain-lain).
Menteri-menteri PKI tidak hanya duduk di sebelah para petinggi militer
di dalam kabinet Sukarno ini, tetapi mereka terus mendorong ilusi yang
sangat berbahaya bahwa angkatan bersenjata adalah merupakan bagian dari revolusi demokratis "rakyat".
Rezim Sukarno mengambil langkah terhadap para pekerja dengan melarang aksi-aksi mogok di industri. Kepemimpinan PKI tidak berkeberatan karena industri menurut mereka adalah milik pemerintahan NASAKOM.Aidit memberikan ceramah kepada siswa-siswa sekolah angkatan bersenjata di mana ia berbicara tentang "perasaan kebersamaan dan persatuan yang bertambah kuat setiap hari antara tentara Republik Indonesia dan unsur-unsur masyarakat Indonesia, termasuk para komunis".
Tidak lama PKI mengetahui dengan jelas persiapan-persiapan untuk
pembentukan rezim militer, menyatakan keperluan untuk pendirian
"angkatan kelima" di dalam angkatan bersenjata, yang terdiri dari
pekerja dan petani yang bersenjata. Bukannya memperjuangkan mobilisasi
massa yang berdiri sendiri untuk melawan ancaman militer yang sedang
berkembang itu, kepemimpinan PKI malah berusaha untuk membatasi
pergerakan massa yang makin mendalam ini dalam batas-batas hukum
kapitalis negara. Mereka, depan jendral-jendral militer, berusaha
menenangkan bahwa usul PKI akan memperkuat negara. Aidit menyatakan
dalam laporan ke Komite Sentral PKI bahwa "NASAKOMisasi" angkatan
bersenjata dapat dicapai dan mereka akan bekerjasama untuk menciptakan
"angkatan kelima". Kepemimpinan PKI tetap berusaha menekan aspirasi
revolusioner kaum buruh di Indonesia. Di bulan Mei 1965, Politbiro PKI
masih mendorong ilusi bahwa aparatus militer dan negara sedang diubah
untuk mengecilkan aspek anti-rakyat dalam alat-alat negara.
[sunting]Isu sakitnya Bung Karno
Sejak tahun 1964 sampai
menjelang meletusnya G30S telah beredar isu sakit parahnya Bung Karno.
Hal ini meningkatkan kasak-kusuk dan isu perebutan kekuasaan apabila
Bung Karno meninggal dunia. Namun menurut Subandrio, Aidit tahu persis
bahwa Bung Karno hanya sakit ringan saja, jadi hal ini bukan merupakan
alasan PKI melakukan tindakan tersebut.
Tahunya Aidit akan jenis sakitnya Sukarno membuktikan bahwa hal tersebut
sengaja dihembuskan PKI untuk memicu ketidakpastian di masyarakat.
[sunting]Isu masalah tanah dan bagi hasil
Pada tahun 1960 keluarlah Undang-Undang Pokok Agraria (UU Pokok Agraria) dan Undang-Undang Pokok Bagi Hasil (UU Bagi Hasil) yang sebenarnya merupakan kelanjutan dari Panitia Agrariayang dibentuk pada tahun 1948.
Panitia Agraria yang menghasilkan UUPA terdiri dari wakil pemerintah
dan wakil berbagai ormas tani yang mencerminkan 10 kekuatan partai
politik pada masa itu. Walaupun undang-undangnya sudah ada namun
pelaksanaan di daerah tidak jalan sehingga menimbulkan gesekan antara
para petani penggarap dengan pihak pemilik tanah yang takut terkena
UUPA, melibatkan sebagian massa pengikutnya dengan melibatkan backing
aparat keamanan. Peristiwa yang menonjol dalam rangka ini antara lain
peristiwa Bandar Betsi di Sumatera Utara dan peristiwa di Klaten yang
disebut sebagai ‘aksi sepihak’ dan kemudian digunakan sebagai dalih oleh
militer untuk membersihkannya.
Keributan antara PKI dan Islam (tidak hanya NU, tapi juga dengan Persis
dan Muhammadiyah) itu pada dasarnya terjadi di hampir semua tempat di
Indonesia, di Jawa Barat, Jawa Timur, dan di propinsi-propinsi lain juga
terjadi hal demikian, PKI di beberapa tempat bahkan sudah mengancam
kyai-kyai bahwa mereka akan disembelih setelah tanggal 30 September 1965
(hal ini membuktikan bahwa seluruh elemen PKI mengetahui rencana kudeta
30 September tersebut).
[sunting]Faktor Malaysia
Negara Federasi Malaysia yang baru terbentuk pada tanggal 16 September 1963 adalah salah satu faktor penting dalam insiden ini[1]. Konfrontasi Indonesia-Malaysia merupakan
salah satu penyebab kedekatan Presiden Soekarno dengan PKI, menjelaskan
motivasi para tentara yang menggabungkan diri dalam gerakan G30S/Gestok
(Gerakan Satu Oktober), dan juga pada akhirnya menyebabkan PKI melakukan penculikan petinggi Angkatan Darat.
“ | Sejak demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur, di mana para demonstran menyerbu gedung KBRI, merobek-robek foto Soekarno, membawa lambang negara Garuda Pancasila ke hadapan Tunku Abdul Rahman—Perdana Menteri Malaysia saat itu—dan memaksanya untuk menginjak Garuda, amarah Soekarno terhadap Malaysia pun meledak. | ” |
Soekarno yang murka karena hal itu mengutuk tindakan Tunku yang menginjak-injak lambang negara Indonesia[2] dan ingin melakukan balas dendam dengan melancarkan gerakan yang terkenal dengan sebutan "Ganyang Malaysia" kepada negara Federasi Malaysia yang
telah sangat menghina Indonesia dan presiden Indonesia. Perintah
Soekarno kepada Angkatan Darat untuk meng"ganyang Malaysia" ditanggapi
dengan dingin oleh para jenderal pada saat itu. Di satu pihak Letjen Ahmad Yani tidak
ingin melawan Malaysia yang dibantu oleh Inggris dengan anggapan bahwa
tentara Indonesia pada saat itu tidak memadai untuk peperangan dengan
skala tersebut, sedangkan di pihak lain Kepala Staf TNI Angkatan Darat A.H. Nasution setuju
dengan usulan Soekarno karena ia mengkhawatirkan isu Malaysia ini akan
ditunggangi oleh PKI untuk memperkuat posisinya di percaturan politik di
Indonesia.
Posisi Angkatan Darat pada saat itu serba salah karena di satu pihak
mereka tidak yakin mereka dapat mengalahkan Inggris, dan di lain pihak
mereka akan menghadapi Soekarno yang mengamuk jika mereka tidak
berperang. Akhirnya para pemimpin Angkatan Darat memilih untuk berperang
setengah hati di Kalimantan. Tak heran, Brigadir Jenderal Suparjo, komandan pasukan di Kalimantan Barat, mengeluh, konfrontasi tak dilakukan sepenuh hati dan ia merasa operasinya disabotase dari belakang[3].
Hal ini juga dapat dilihat dari kegagalan operasi gerilya di Malaysia,
padahal tentara Indonesia sebenarnya sangat mahir dalam peperangan
gerilya.
Mengetahui bahwa tentara Indonesia tidak mendukungnya, Soekarno merasa
kecewa dan berbalik mencari dukungan PKI untuk melampiaskan amarahnya
kepada Malaysia. Soekarno, seperti yang ditulis di otobiografinya,
mengakui bahwa ia adalah seorang yang memiliki harga diri yang sangat
tinggi, dan tidak ada yang dapat dilakukan untuk mengubah keinginannya
meng"ganyang Malaysia".
“ | Soekarno adalah seorang individualis. Manusia jang tjongkak dengan suara-batin yang menjala-njala, manusia jang mengakui bahwa ia mentjintai dirinja sendiri tidak mungkin mendjadi satelit jang melekat pada bangsa lain. Soekarno tidak mungkin menghambakan diri pada dominasi kekuasaan manapun djuga. Dia tidak mungkin menjadi boneka. | ” |
Di pihak PKI, mereka menjadi pendukung terbesar gerakan "ganyang Malaysia" yang mereka anggap sebagai antek Inggris, antek nekolim.
PKI juga memanfaatkan kesempatan itu untuk keuntungan mereka sendiri,
jadi motif PKI untuk mendukung kebijakan Soekarno tidak sepenuhnya
idealis.
Pada saat PKI memperoleh angin segar, justru para penentangnyalah yang
menghadapi keadaan yang buruk; mereka melihat posisi PKI yang semakin
menguat sebagai suatu ancaman, ditambah hubungan internasional PKI
dengan Partai Komunis sedunia, khususnya dengan adanya poros Jakarta-Beijing-Moskow-Pyongyang-Phnom Penh.
Soekarno juga mengetahui hal ini, namun ia memutuskan untuk
mendiamkannya karena ia masih ingin meminjam kekuatan PKI untuk
konfrontasi yang sedang berlangsung, karena posisi Indonesia yang
melemah di lingkungan internasional sejak keluarnya Indonesia dari PBB (20 Januari 1965).
Dari sebuah dokumen rahasia badan intelejen Amerika Serikat (CIA) yang baru dibuka yang bertanggalkan 13 Januari 1965 menyebutkan
sebuah percakapan santai Soekarno dengan para pemimpin sayap kanan
bahwa ia masih membutuhkan dukungan PKI untuk menghadapi Malaysia dan
oleh karena itu ia tidak bisa menindak tegas mereka. Namun ia juga
menegaskan bahwa suatu waktu "giliran PKI akan tiba. "Soekarno berkata,
"Kamu bisa menjadi teman atau musuh saya. Itu terserah kamu. ...
Untukku, Malaysia itu musuh nomor satu. Suatu saat saya akan membereskan
PKI, tetapi tidak sekarang.
Dari pihak Angkatan Darat, perpecahan internal yang terjadi mulai mencuat ketika banyak tentara yang kebanyakan dari Divisi Diponegoro yang
kesal serta kecewa kepada sikap petinggi Angkatan Darat yang takut
kepada Malaysia, berperang hanya dengan setengah hati, dan berkhianat
terhadap misi yang diberikan Soekarno. Mereka memutuskan untuk
berhubungan dengan orang-orang dari PKI untuk membersihkan tubuh
Angkatan Darat dari para jenderal ini.
[sunting]Faktor Amerika Serikat
Amerika Serikat pada waktu itu sedang terlibat dalam perang Vietnam dan berusaha sekuat tenaga agar Indonesia tidak jatuh ke tangan komunisme. Peranan badan intelejen Amerika Serikat (CIA) pada peristiwa ini sebatas memberikan 50 juta rupiah (uang saat itu) kepada Adam Malik dan walkie-talkie serta
obat-obatan kepada tentara Indonesia. Politisi Amerika pada bulan-bulan
yang menentukan ini dihadapkan pada masalah yang membingungkan karena
mereka merasa ditarik oleh Sukarno ke dalam konfrontasi
Indonesia-Malaysia ini.
Salah satu pandangan mengatakan bahwa peranan Amerika Serikat dalam hal
ini tidak besar, hal ini dapat dilihat dari telegram Duta Besar Green ke
Washington pada tanggal 8 Agustus 1965yang
mengeluhkan bahwa usahanya untuk melawan propaganda anti-Amerika di
Indonesia tidak memberikan hasil bahkan tidak berguna sama sekali. Dalam
telegram kepada Presiden Johnson tanggal 6 Oktober,
agen CIA menyatakan ketidakpercayaan kepada tindakan PKI yang dirasa
tidak masuk akal karena situasi politis Indonesia yang sangat
menguntungkan mereka, dan hingga akhir Oktober masih terjadi kebingungan
atas pembantaian di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali dilakukan oleh PKI atau NU/PNI.
Pandangan lain, terutama dari kalangan korban dari insiden ini,
menyebutkan bahwa Amerika menjadi aktor di balik layar dan setelah
dekrit Supersemar Amerika memberikan daftar nama-nama anggota PKI kepada
militer untuk dibunuh. Namun hingga saat ini kedua pandangan tersebut
tidak memiliki banyak bukti-bukti fisik.
[sunting]Faktor ekonomi
Ekonomi masyarakat Indonesia pada waktu itu yang sangat rendah
mengakibatkan dukungan rakyat kepada Soekarno (dan PKI) meluntur. Mereka
tidak sepenuhnya menyetujui kebijakan "ganyang Malaysia" yang dianggap
akan semakin memperparah keadaan Indonesia.
Inflasi yang mencapai 650% membuat harga makanan melambung tinggi,
rakyat kelaparan dan terpaksa harus antri beras, minyak, gula, dan
barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Beberapa faktor yang berperan
kenaikan harga ini adalah keputusan Suharto-Nasution untuk menaikkan
gaji para tentara 500% dan penganiayaan terhadap kaum pedagang Tionghoa
yang menyebabkan mereka kabur. Sebagai akibat dari inflasi tersebut,
banyak rakyat Indonesia yang sehari-hari hanya makan bonggol pisang, umbi-umbian, gaplek, serta bahan makanan yang tidak layak dikonsumsi lainnya; pun mereka menggunakan kain dari karung sebagai pakaian mereka.
Faktor ekonomi ini menjadi salah satu sebab kemarahan rakyat atas pembunuhan keenam jenderal tersebut, yang berakibat adanya backlash terhadap PKI dan pembantaian orang-orang yang dituduh anggota PKI di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali serta tempat-tempat lainnya.
[sunting]Peristiwa
Dokumen Gilchrist yang diambil dari nama duta besar Inggris untuk Indonesia Andrew Gilchrist beredar
hampir bersamaan waktunya dengan isu Dewan Jenderal. Dokumen ini, yang
oleh beberapa pihak disebut sebagai pemalsuan oleh intelejen Ceko di bawah pengawasan Jenderal Agayant dari KGB Rusia,
menyebutkan adanya "Teman Tentara Lokal Kita" yang mengesankan bahwa
perwira-perwira Angkatan Darat telah dibeli oleh pihak Barat[4].
Kedutaan Amerika Serikat juga dituduh memberikan daftar nama-nama
anggota PKI kepada tentara untuk "ditindaklanjuti". Dinas intelejen
Amerika Serikat mendapat data-data tersebut dari berbagai sumber, salah
satunya seperti yang ditulis John Hughes, wartawan The Nation yang
menulis buku "Indonesian Upheaval", yang dijadikan basis skenario film "The Year of Living Dangerously", ia sering menukar data-data apa yang ia kumpulkan untuk mendapatkan fasilitas teleks untuk mengirimkan berita.
[sunting]Isu Keterlibatan Soeharto
Hingga saat ini tidak ada bukti keterlibatan/peran aktif Soeharto dalam
aksi penculikan tersebut. Satu-satunya bukti yang bisa dielaborasi
adalah pertemuan Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Pangkostrad
(pada zaman itu jabatan Panglima Komando Strategis Cadangan Angkatan
Darat tidak membawahi pasukan, berbeda dengan sekarang) dengan Kolonel Abdul Latief diRumah Sakit Angkatan Darat.
Meski demikian, Suharto merupakan pihak yang paling diuntungkan dari
peristiwa ini. Banyak penelitian ilmiah yang sudah dipublikasikan di
jurnal internasional mengungkap keterlibatan Suharto dan CIA. Beberapa
diantaranya adalah karya Benedict R.O'G. Anderson and Ruth T. McVey
(Cornell University), Ralph McGehee (The Indonesian Massacres and the
CIA), Government Printing Office of the US (Department of State, INR/IL
Historical Files, Indonesia, 1963-1965. Secret; Priority; Roger Channel;
Special Handling), John Roosa (Pretext for Mass Murder: The September
30th Movement and Suharto's Coup d'État in Indonesia), Prof. Dr. W.F.
Wertheim (Serpihan Sejarah Th65 yang Terlupakan).
[sunting]Korban
Keenam pejabat tinggi yang dibunuh tersebut adalah:
- Letjen TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi)
- Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi)
- Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan Pembinaan)
- Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen)
- Brigjen TNI Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik)
- Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat)
Jenderal TNI Abdul Harris Nasution yang menjadi sasaran utama, selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudan beliau, Lettu CZI Pierre Andreas Tendean tewas dalam usaha pembunuhan tersebut.
Selain itu beberapa orang lainnya juga turut menjadi korban:
- Bripka Karel Satsuit Tubun (Pengawal kediaman resmi Wakil Perdana Menteri II dr.J. Leimena)
- Kolonel Katamso Darmokusumo (Komandan Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta)
- Letkol Sugiyono Mangunwiyoto (Kepala Staf Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta)
Para korban tersebut kemudian dibuang ke suatu lokasi di Pondok Gede, Jakarta yang dikenal sebagai Lubang Buaya. Mayat mereka ditemukan pada 3 Oktober.
[sunting]Pasca kejadian
Pasca pembunuhan beberapa perwira TNI AD, PKI mampu menguasai dua sarana komunikasi vital, yaitu studio RRI di Jalan Merdeka Barat dan KantorTelekomunikasi yang
terletak di Jalan Merdeka Selatan. Melalui RRI, PKI menyiarkan
pengumuman tentang Gerakan 30 September yang ditujukan kepada para
perwira tinggi anggota “Dewan Jenderal” yang akan mengadakan kudeta
terhadap pemerintah. Diumumkan pula terbentuknya “Dewan Revolusi” yang
diketuai oleh Letkol Untung Sutopo.
Di Jawa Tengah dan DI. Yogyakarta, PKI melakukan pembunuhan terhadap
Kolonel Katamso (Komandan Korem 072/Yogyakarta) dan Letnan Kolonel
Sugiyono (Kepala Staf Korem 072/Yogyakarta). Mereka diculik PKI pada
sore hari 1 Oktober 1965. Kedua perwira ini dibunuh karena secara tegas
menolak berhubungan dengan Dewan Revolusi. Pada tanggal 1 Oktober 1965 Sukarno dan sekretaris jendral PKI Aidit menanggapi pembentukanDewan Revolusioner oleh para "pemberontak" dengan berpindah ke Pangkalan Angkatan Udara Halim di Jakarta untuk mencari perlindungan.
Pada tanggal 6 Oktober Sukarno
mengimbau rakyat untuk menciptakan "persatuan nasional", yaitu
persatuan antara angkatan bersenjata dan para korbannya, dan penghentian
kekerasan. Biro Politik dari Komite Sentral PKI segera menganjurkan
semua anggota dan organisasi-organisasi massa untuk mendukung "pemimpin
revolusi Indonesia" dan tidak melawan angkatan bersenjata. Pernyataan
ini dicetak ulang di koran CPA bernama "Tribune".
Pada tanggal 12 Oktober 1965, pemimpin-pemimpin Uni-Soviet Brezhnev, Mikoyan dan Kosygin mengirim
pesan khusus untuk Sukarno: "Kita dan rekan-rekan kita bergembira untuk
mendengar bahwa kesehatan anda telah membaik...Kita mendengar dengan
penuh minat tentang pidato anda di radio kepada seluruh rakyat Indonesia
untuk tetap tenang dan menghindari kekacauan...Imbauan ini akan
dimengerti secara mendalam."
Pada tanggal 16 Oktober 1965, Sukarno melantik Mayjen Suharto menjadi Menteri/Panglima Angkatan Darat di Istana Negara. Berikut kutipan amanat presiden Sukarno kepada Suharto pada saat Suharto disumpah[5]:
“ | Saya
perintahkan kepada Jenderal Mayor Soeharto, sekarang Angkatan Darat
pimpinannya saya berikan kepadamu, buatlah Angkatan Darat ini satu
Angkatan dari pada Republik Indonesia, Angkatan Bersenjata daripada
Republik Indonesia yang sama sekali menjalankan Panca Azimat Revolusi,
yang sama sekali berdiri di atas Trisakti, yang sama sekali berdiri di
atas Nasakom, yang sama sekali berdiri di atas prinsip Berdikari, yang
sama sekali berdiri atas prinsip Manipol-USDEK.
Manipol-USDEK telah ditentukan oleh lembaga kita yang tertinggi sebagai
haluan negara Republik Indonesia. Dan oleh karena Manipol-USDEK ini
adalah haluan daripada negara Republik Indonesia, maka dia harus
dijunjung tinggi, dijalankan, dipupuk oleh semua kita. Oleh Angkatan
Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, Angkatan Kepolisian Negara. Hanya
jikalau kita berdiri benar-benar di atas Panca Azimat ini, kita
semuanya, maka barulah revousi kita bisa jaya.
Soeharto, sebagai panglima Angkatan Darat, dan sebagai Menteri dalam
kabinetku, saya perintahkan engkau, kerjakan apa yang kuperintahkan
kepadamu dengan sebaik-baiknya. Saya doakan Tuhan selalu beserta kita
dan beserta engkau!
| ” |
Dalam sebuah Konferensi Tiga Benua di Havana di
bulan Februari 1966, perwakilan Uni-Sovyet berusaha dengan segala
kemampuan mereka untuk menghindari pengutukan atas penangkapan dan
pembunuhan orang-orang yang dituduh sebagai PKI, yang sedang terjadi
terhadap rakyat Indonesia. Pendirian mereka mendapatkan pujian dari
rejim Suharto. Parlemen Indonesia mengesahkan resolusi pada tanggal 11 Februari,
menyatakan "penghargaan penuh" atas usaha-usaha perwakilan-perwakilan
dari Nepal, Mongolia, Uni-Sovyet dan negara-negara lain di Konperensi
Solidaritas Negara-Negara Afrika, Asia dan Amerika Latin, yang berhasil
menetralisir usaha-usaha para kontra-revolusioner apa yang dinamakan
pergerakan 30 September, dan para pemimpin dan pelindung mereka, untuk
bercampur-tangan di dalam urusan dalam negeri Indonesia."
[sunting]Penangkapan dan pembantaian
Dihasut dan dibantu oleh tentara, kelompok-kelompok pemuda dari organisasi-organisasi muslim sayap-kanan seperti
barisan Ansor NU dan Tameng Marhaenis PNI melakukan
pembunuhan-pembunuhan massal, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Ada laporan-laporan bahwa Sungai Brantas di dekat Surabaya menjadi penuh mayat-mayat sampai di tempat-tempat tertentu sungai itu "terbendung mayat".Dalam
bulan-bulan setelah peristiwa ini, semua anggota dan pendukung PKI,
atau mereka yang dianggap sebagai anggota dan simpatisan PKI, semua
partai kelas buruh yang diketahui dan ratusan ribu pekerja dan petani
Indonesia yang lain dibunuh atau dimasukkan ke kamp-kamp tahanan untuk
disiksa dan diinterogasi. Pembunuhan-pembunuhan ini terjadi di Jawa Tengah (bulan Oktober), Jawa Timur (bulan November) dan Bali (bulan
Desember). Berapa jumlah orang yang dibantai tidak diketahui dengan
persis - perkiraan yang konservatif menyebutkan 500.000 orang, sementara
perkiraan lain menyebut dua sampai tiga juta orang. Namun diduga
setidak-tidaknya satu juta orang menjadi korban dalam bencana enam bulan
yang mengikuti kudeta itu.
Pada akhir 1965, antara 500.000 dan satu juta anggota-anggota dan
pendukung-pendukung PKI telah menjadi korban pembunuhan dan ratusan ribu
lainnya dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi, tanpa adanya perlawanan
sama sekali. Sewaktu regu-regu militer yang didukung dana CIA [1]menangkapi
semua anggota dan pendukung PKI yang terketahui dan melakukan
pembantaian keji terhadap mereka, majalah "Time" memberitakan:
- "Pembunuhan-pembunuhan
itu dilakukan dalam skala yang sedemikian sehingga pembuangan mayat
menyebabkan persoalan sanitasi yang serius di
Sumatera Utara, di mana udara yang lembap membawa bau mayat membusuk. Orang-orang dari daerah-daerah ini bercerita kepada kita tentang sungai-sungai kecil yang benar-benar terbendung
oleh mayat-mayat. Transportasi sungai menjadi terhambat secara serius."
Di pulau Bali,
yang sebelum itu dianggap sebagai kubu PKI, paling sedikit 35.000 orang
menjadi korban di permulaan 1966. Di sana para Tamin, pasukan komando
elite
Partai Nasional Indonesia, adalah pelaku pembunuhan-pembunuhan ini. Koresponden khusus dari Frankfurter Allgemeine Zeitung bercerita tentang
mayat-mayat di pinggir jalan atau dibuang
ke dalam galian-galian dan tentang desa-desa yang separuh dibakar di mana para petani tidak berani meninggalkan kerangka-kerangka rumah mereka yang sudah hangus.
Partai Nasional Indonesia, adalah pelaku pembunuhan-pembunuhan ini. Koresponden khusus dari Frankfurter Allgemeine Zeitung bercerita tentang
mayat-mayat di pinggir jalan atau dibuang
ke dalam galian-galian dan tentang desa-desa yang separuh dibakar di mana para petani tidak berani meninggalkan kerangka-kerangka rumah mereka yang sudah hangus.
Di daerah-daerah lain, para terdakwa dipaksa untuk membunuh teman-teman
mereka untuk membuktikan kesetiaan mereka. Di kota-kota besar
pemburuan-pemburuan
rasialis "anti-Tionghoa" terjadi. Pekerja-pekerja dan pegawai-pegawai pemerintah yang mengadakan aksi mogok sebagai protes atas kejadian-kejadian
kontra-revolusioner ini dipecat.
rasialis "anti-Tionghoa" terjadi. Pekerja-pekerja dan pegawai-pegawai pemerintah yang mengadakan aksi mogok sebagai protes atas kejadian-kejadian
kontra-revolusioner ini dipecat.
Paling sedikit 250,000 orang pekerja dan petani dipenjarakan di
kamp-kamp konsentrasi. Diperkirakan sekitar 110,000 orang masih
dipenjarakan sebagai tahanan politik
pada akhir 1969. Eksekusi-eksekusi masih dilakukan sampai sekarang, termasuk belasan orang sejak tahun 1980-an. Empat tapol, Johannes Surono Hadiwiyino,
Safar Suryanto,
Simon Petrus Sulaemandan Nobertus Rohayan, dihukum mati hampir 25 tahun sejak kudeta itu.
pada akhir 1969. Eksekusi-eksekusi masih dilakukan sampai sekarang, termasuk belasan orang sejak tahun 1980-an. Empat tapol, Johannes Surono Hadiwiyino,
Safar Suryanto,
Simon Petrus Sulaemandan Nobertus Rohayan, dihukum mati hampir 25 tahun sejak kudeta itu.
[sunting]Supersemar
Kepemimpinan PKI terus mengimbau massa agar menuruti kewenangan rejim
Sukarno-Suharto. Aidit, yang telah melarikan diri, ditangkap dan dibunuh
oleh TNI
pada tanggal 24 November, tetapi pekerjaannya diteruskan oleh Sekretaris Kedua PKI Nyoto.
pada tanggal 24 November, tetapi pekerjaannya diteruskan oleh Sekretaris Kedua PKI Nyoto.
[sunting]Pertemuan Jenewa, Swiss
Menyusul peralihan tampuk kekuasaan ke tangan Suharto, diselenggarakan
pertemuan antara para ekonom orde baru dengan para CEO korporasi
multinasional
di Swiss, pada bulan Nopember 1967. Korporasi multinasional diantaranya diwakili perusahaan-perusahaan minyak dan bank, General Motors, Imperial
Chemical Industries, British Leyland,
British American Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper Corporation, US Steel, ICI, Leman Brothers, Asian Development
Bank, dan Chase Manhattan.
Tim Ekonomi Indonesia menawarkan: tenaga buruh yang banyak dan murah, cadangan dan sumber daya alam yang melimpah, dan pasar yang besar.
di Swiss, pada bulan Nopember 1967. Korporasi multinasional diantaranya diwakili perusahaan-perusahaan minyak dan bank, General Motors, Imperial
Chemical Industries, British Leyland,
British American Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper Corporation, US Steel, ICI, Leman Brothers, Asian Development
Bank, dan Chase Manhattan.
Tim Ekonomi Indonesia menawarkan: tenaga buruh yang banyak dan murah, cadangan dan sumber daya alam yang melimpah, dan pasar yang besar.
Hal ini didokumentasikan oleh Jhon Pilger dalam film The New Rulers of
World (tersedia di situs video google) yang menggambarkan bagaimana
kekayaan
alam
Indonesia dibagi-bagi bagaikan rampasan perang oleh perusahaan asing pasca jatuhnya Soekarno. Freeport mendapat emas di Papua Barat,
Caltex mendapatkan ladang minyak di Riau,
Mobil Oil mendapatkan ladang gas di Natuna, perusahaan lain mendapat hutan tropis. Kebijakan ekonomi pro liberal sejak saat itu diterapkan.
alam
Indonesia dibagi-bagi bagaikan rampasan perang oleh perusahaan asing pasca jatuhnya Soekarno. Freeport mendapat emas di Papua Barat,
Caltex mendapatkan ladang minyak di Riau,
Mobil Oil mendapatkan ladang gas di Natuna, perusahaan lain mendapat hutan tropis. Kebijakan ekonomi pro liberal sejak saat itu diterapkan.
[sunting]Peringatan
Sesudah kejadian tersebut, 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September. Hari berikutnya, 1 Oktober, ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Pada masa pemerintahan Soeharto, biasanya sebuah film mengenai kejadian tersebut juga ditayangkan di seluruh stasiun televisi di Indonesia setiap tahun pada tanggal 30 September. Selain itu pada masa Soeharto biasanya dilakukan upacara bendera di Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya dan dilanjutkan dengan tabur bunga di makam para pahlawan revolusi di TMP Kalibata. Namun sejak era Reformasibergulir, film itu sudah tidak ditayangkan lagi dan hanya tradisi tabur bunga yang dilanjutkan.
Pada 29 September - 4 Oktober 2006, diadakan rangkaian acara peringatan untuk mengenang peristiwa pembunuhan terhadap ratusan ribu hingga
jutaan jiwa di berbagai pelosok Indonesia. Acara yang bertajuk "Pekan Seni Budaya dalam rangka memperingati 40 tahun tragedi kemanusiaan 1965" ini berlangsung di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Depok. Selain civitas academica Universitas Indonesia, acara itu juga dihadiri para korban tragedi kemanusiaan 1965, antara lain Setiadi, Murad Aidit, Haryo Sasongko, dan Putmainah.
jutaan jiwa di berbagai pelosok Indonesia. Acara yang bertajuk "Pekan Seni Budaya dalam rangka memperingati 40 tahun tragedi kemanusiaan 1965" ini berlangsung di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Depok. Selain civitas academica Universitas Indonesia, acara itu juga dihadiri para korban tragedi kemanusiaan 1965, antara lain Setiadi, Murad Aidit, Haryo Sasongko, dan Putmainah.
sumber http://mkssej.blogspot.com/
0 Response to "MEREKONSTRUKSI PERJUANGAN BANGSA INDONESIA DARI PROKLAMASI SAMPAI LAHIRNYA ORDE BARU"
Posting Komentar